Yulia Beanal: Pulangkan PSK Yang Terjangkit HIV/AIDS Dari Timika

Hal ini disampaikan Yuliana Beanal, ketka ditemui suarapapua.com, Minggu (11/3) kemarin di Timika, Papua. Dirinya merasa sedih melihat persoalan HIV dan AIDS di Mimika yang sangat memprihatinkan.
Tokoh Perempuan sekaligus sebagai seorang pegawai pada bagian Penanggulangan IMS Unit Pelayanan VCT/Reproduksi Puskesmas Timika, menuturkan sangat prihatin dengan persoalan HIV/AIDS, bukanlah sebuah masalah yang ringan, melainkan masalah yang sangat berat karena menyangkut nyaaw manusia.
Dengan mengetahui adanya Peraturan Daerah (Perda) yang sudah ditetapkan Pemerintah Daerah (Pemda) dalam hal ini oleh Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) yang mengatur tentang pemulangan Pekerja Seks Komersial (PSK) baik yang bekerja di Lokalisasi, Tempat hiburan malam (Bar), Timung-timung dan tempat hiburan lainnya.
“Tapi sampai sekarang Perda itu belum dilaksanakan,” keluh Yulia.
Padahal, menurutnya, penularan HIV maupun Infeksi Menular Seksual (IMS) itu seperti mata rantai yang susah diputuskan. Sehingga satu-satunya cara adalah dengan memutuskan mata rantai itu, caranya dengan memulangkan PSK-PSK yang sudah terjangkit HIV/AIDS
“Pemda (KPA) harus pulangkan PSK yang terbukti kena penyakit HIV, jangan KPA tutup mata. Kalau tidak dengan cara begini, maka sampai kapanpun jumlah penderita HIV di Timika tidak akan turun. Jangan mimpi Timika bebas dari HIV/AIDS. Harus putuskan mata rantai supaya tidak ada orang lain yang tertular,” tegasnya.
Dirinya menyampaikan hal ini bukan karena mengada-ada, namun keprihatinan ini disampaikan sesuai fakta, dimana dia selama kurang lebih 10 tahun memberikan pelayanan di Lokalisasi atau memberikan pelayanan kepada orang yang terinveksi IMS dan HIV/AIDS.
Dia sangat prihatin, karena apabila penyakit menular ini tidak segera diputuskan, maka akan berdampak negativ kepada masyarakat Papua (Masyarakat Asli Papua) yang berada di Timika, Papua.
“Saya kuatir masyarakat saya tujuh suku dan Papua lain bisa habis (Punah). Saya sebagai perempuan Papua dari suku Amungme merasa sedih melihat kenyataan ini,” katanya sedih.
KPA diminta konsisten dalam menanggulangi penyakit HIV dan AIDS, yakni dengan turun lapangan sehingga dapat mengetahui persoalan mendasar yang terjadi dibawah.
Dengan mengetahui adanya Peraturan Daerah (Perda) yang sudah ditetapkan Pemerintah Daerah (Pemda) dalam hal ini oleh Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) yang mengatur tentang pemulangan Pekerja Seks Komersial (PSK) baik yang bekerja di Lokalisasi, Tempat hiburan malam (Bar), Timung-timung dan tempat hiburan lainnya.
“Tapi sampai sekarang Perda itu belum dilaksanakan,” keluh Yulia.
Padahal, menurutnya, penularan HIV maupun Infeksi Menular Seksual (IMS) itu seperti mata rantai yang susah diputuskan. Sehingga satu-satunya cara adalah dengan memutuskan mata rantai itu, caranya dengan memulangkan PSK-PSK yang sudah terjangkit HIV/AIDS
“Pemda (KPA) harus pulangkan PSK yang terbukti kena penyakit HIV, jangan KPA tutup mata. Kalau tidak dengan cara begini, maka sampai kapanpun jumlah penderita HIV di Timika tidak akan turun. Jangan mimpi Timika bebas dari HIV/AIDS. Harus putuskan mata rantai supaya tidak ada orang lain yang tertular,” tegasnya.
Dirinya menyampaikan hal ini bukan karena mengada-ada, namun keprihatinan ini disampaikan sesuai fakta, dimana dia selama kurang lebih 10 tahun memberikan pelayanan di Lokalisasi atau memberikan pelayanan kepada orang yang terinveksi IMS dan HIV/AIDS.
Dia sangat prihatin, karena apabila penyakit menular ini tidak segera diputuskan, maka akan berdampak negativ kepada masyarakat Papua (Masyarakat Asli Papua) yang berada di Timika, Papua.
“Saya kuatir masyarakat saya tujuh suku dan Papua lain bisa habis (Punah). Saya sebagai perempuan Papua dari suku Amungme merasa sedih melihat kenyataan ini,” katanya sedih.
KPA diminta konsisten dalam menanggulangi penyakit HIV dan AIDS, yakni dengan turun lapangan sehingga dapat mengetahui persoalan mendasar yang terjadi dibawah.
Sebagai pemegang anggaran KPA diminta membuat Tim penjangkau hingga ke kampung-kampung untuk mengetahui bagaimana orang-orang yang menggunakan Anti Retro Viral (ARV) benar-benar mengkonsumsi obat itu sesuai dengan aturannya. Karena ada banyak yang tidak terjangkau.
“Masih banyak orang yang putus minum ARV, tapi saya sulit jangkau sendiri. Pekerjaan ini menyangkut panggilan jiwa. Saya melihat korban paling banyak orang tujuh suku (Papua),” katanya.
Persoalan ini menurutnya, adalah persoalan dengan skop yang besar, untuk itu dirinya meminta KPA dan pihak terkait lainnya jangan hanya membuat rencana diatas kertas tanpa eksen dilapangan. Contohnya Perda memulangkan PSK yang terbukti positif terjangkit HIV.
Lanjutnya, kalau ada rapat-rapat yang membahas masalah HIV/AIDS, agar pihak-pihak yang berkompoten ikut diundang, sehingga ditemukan cara melalui satu pintu untuk dilaksanakan bersama guna menyelamatkan nyawa manusia khusus masyarakat asli Papua.
Menanggapi hal ini, Sekretaris KPA Mimika, Reynold Ubra mengatakan, KPA tetap konsisten dengan semua rencana yang telah dilakukan.
Dikatakan, Perda HIV mengatur tentang sangsi-sangsi termasuk sangksi pidana jika secara sengaja menularkan HIV dan IMS ke orang lain.
“Masih banyak orang yang putus minum ARV, tapi saya sulit jangkau sendiri. Pekerjaan ini menyangkut panggilan jiwa. Saya melihat korban paling banyak orang tujuh suku (Papua),” katanya.
Persoalan ini menurutnya, adalah persoalan dengan skop yang besar, untuk itu dirinya meminta KPA dan pihak terkait lainnya jangan hanya membuat rencana diatas kertas tanpa eksen dilapangan. Contohnya Perda memulangkan PSK yang terbukti positif terjangkit HIV.
Lanjutnya, kalau ada rapat-rapat yang membahas masalah HIV/AIDS, agar pihak-pihak yang berkompoten ikut diundang, sehingga ditemukan cara melalui satu pintu untuk dilaksanakan bersama guna menyelamatkan nyawa manusia khusus masyarakat asli Papua.
Menanggapi hal ini, Sekretaris KPA Mimika, Reynold Ubra mengatakan, KPA tetap konsisten dengan semua rencana yang telah dilakukan.
Dikatakan, Perda HIV mengatur tentang sangsi-sangsi termasuk sangksi pidana jika secara sengaja menularkan HIV dan IMS ke orang lain.
Pemulangan Wanita seks (WPS) lebih pertimbangkan faktor kemanusiaan karena menurutnya sangat tidak manusiawi jika PSK berumur 50 tahun masih bekerja sebagai PSK.
“Pemulangan siap dilakukan,” jawabnya. Secara teknis rencana pemulangan PSK telah siap dilakukan, tentun saja dengan kriteria-kriteria. Lanjutnya, pemulangan mereka dilihat dari sisi kemanusiaan bukan diskriminasi.
JUSTINA HOMERS
Comments
0 comments to "YULIA BEANAL: PULANGKAN PSK YANG TERJANGKIT HIV/AIDS DARI TIMIKA-PAPUA"
Posting Komentar