Kamis, 22 Maret 2012

PFF Support No.Treason Call for West Papua

0 komentar
Friday, March 23, 2012 11:11 AM 

PFF Supports No-Treason Call for West Papua


PFF, Rarotonga, COOK ISLANDS --Three years in jail for five West Papua activists is a further erosion of free speech and other human rights for the province, says the Pacific Freedom Forum.

"There is no treason in freedom of expression shared peacefully," says PFF chair Titi Gabi, "in Indonesia, or anywhere else."
The five men were sentenced by judges after being convicted for a public speech. Made last October, leaders at the Third Papua Peoples Congress ended the speech with a "Declaration of Independence" in front of a crowd of thousands. Shortly after the activist event, three people were killed when security forces opened fire on dispersing crowds. None of the military involved have been given jail terms.
"Under guarantees of free speech, strong opinion must be allowed without risking unconstitutional persecution by the state," says Gabi, a Papua New Guinea journalist. "The statements which so riled the Indonesia government were made during a peaceful assembly. Matters reportedly turned ugly when the military fired guns into the crowd. An unarmed, peaceful gathering sharing political ideas can hardly be labelled as an act of terrorism."
The Pacific Freedom Forum supports calls from Human Rights Watch and other groups for convictions to be dropped against the group now dubbed the "Jayapura Five".
The convicted men are Selpius Bobii, a social media activist; August Sananay Kraar, public servant; Dominikus Sorabut; film maker, Edison Waromi, a former political prisoner, and Forkorus Yaboisembut, a Papua tribal leader elected president at the congress.
Co-chair of the Pacific Freedom Forum, Monica Miller, says that authorities in Indonesia must "follow through on the constitutional mandate to open up public spaces for all people of West Papua to share ideas safely with each other and their leaders."
Miller says an impression of widespread injustice is growing worldwide, quoting a report from the US-based Freedom House on "contradictory" rulings within the Indonesian legal system.
"Until they feel heard by their rulers and the global community, the people of Papua will continue to pay the ultimate price for trying to speak freely on their lives," says Miller.
Sentencing of the five in west Papua comes as Pacific journalists prepare to attend a regional media meet in Fiji.
Miller called on colleagues at the forthcoming Pacific Media Summit in Suva this month to also focus outside Fiji, on wider challenges facing freedoms of speech, including in west Papua.
"Journalists and the media must balance the news needs of their local markets with reporting urgent regional issues," says Miller. The continued erosion of free speech in west Papua goes against Article 19 of the 1946 Universal Declaration of Human Rights, to which Indonesia is a signatory.

Greeting Peace

Santon

Rabu, 21 Maret 2012

DEMO KNPB ANARKIS, WARTAWAN SIAP BOIKOT JAYAPURA-PAPUA

0 komentar

Demo Anarkis Wartawan Siap BoikotPDFCetakE-mail
 

Demo Anarkis Wartawan Siap Boikot


Massa KNPB saat melakukan demo di depan Kantor Pos Abepura. Sayang demo yang menolak kedatangan sekjen PBB dan menuntut referendum itu  sempat diwarnai aksi pelemparan yang menjurus ke anarkis
Massa KNPB saat melakukan demo di depan Kantor Pos Abepura. Sayang demo yang menolak kedatangan sekjen PBB dan menuntut referendum itu sempat diwarnai aksi pelemparan yang menjurus ke anarkis
Jayapura - Adanya pelemparan dan pengejaran para wartawan yang meliput demo KNPB yang antara lain menuntut referendum Selasa (20/3),  mengundang keprihatinan sejumlah organisasi Pers di Jayapura.
Mereka antara lain, PWI, AJI dan PWI Reformasi. Intinya mereka menyesalkan tindakan semena-mena terhadap para jurnalis yang berupaya meliput dan mengabadikan aksi yang sempat melumpuhkan Abepura tersebut.
Oknum yang sengaja melecehkan wartawan adalah perbuatan  melanggar ketentuan hukum dan perundang-undangan atau Undang-Undang Pokok Pers.  Di dalam undang-undang tersebut telah ditegaskan bahwa bagi siapa saja yang melakukan kekerasan dan menghalangi wartawan dalam melaksanakan tugas peliputannya terancam sanksi hukum 2 tahun penjara. Pelaku tersebut pun dapat terancam dikenakan hukuman selama 2 tahun penjara dan dikenakan denda paling banyak sebesar Rp 500 juta rupiah.
Bahwa, dalam pasal 4 Undang-Undang Pokok pers menjamin kemerdekaan pers, dan pers nasional memiliki hak mencari, memperoleh dan menyebar luaskan gagasan dan informasi. Oleh karena itu, dengan adanya kasus pengejaran dan pelemparan  terhadap wartawan tersebut,  maka sejumlah organisasi Pers di Papua khususnya di Jayapura akan segera mengambil sikap ‘Boikot’. “Kawan-kawan, AJI,PWI Papua,dan PWI Reformasi akan melakukan press release terkait ‘BOIKOT” pemberitaan KNPB rencana akan dilakukan Kamis (22/3)pukul 10.00 WIT di Kantin Pos Abepura  hanya satu kata “LAWAN,” demikian SMS yang beredar di kalangan wartawan di Jayapura.

Sumber: Bintang Papua, Edisi, 21 Maret 2012

Selasa, 20 Maret 2012

SOLIDARITAS WEST PAPUA: PERNYATAAN SIKAP MASYARAKAT PAPUA DI JAYAPURA-PAPUA

0 komentar


PERNYATAAN SIKAP

Papua masuk NKRI tahun 1962, direkayasa John F Kennedy dan Soekarno. PEPERA tanpa mekanisme, one man one vote (satu orang satu suara) tapi musyawarah, all man one vote (banyak orang satu suara). PT Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc, beroperasi tahun 1967, sebelum status Papua disahkan sebagai bagian dari NKRI di DK PBB tahun 1979. Sejak itu proses ecosida terus berlangsung baik sengaja maupun terselubung melalui HIV/AIDS, alcohol, KB, Otsus Papua dll. 

Diawali pertemuan 100 tokoh Papua dipimpin Tom Beanal dengan Presiden BJ. Habibie tanggal 26 Februari 1999, kemudian Kongres Rakyat Papua ke II, dibantu dana 1 Milyar oleh Presiden Gus-Dur. Kongres ini diadakan di Jayapura, tgl. 29 Mei s/d 4 Juni 2000, dan dihadiri ribuan orang diantaranya 501 peserta yang mempunyai hak suara. Kongres meminta perhatian atas empat kenyataan de facto

1.      bahwa tahun 1961 Bangsa Papua sudah diberikan kedaulatan;
2.      bahwa Bangsa Papua tidak terwakili sewaktu New York Agreement ditetapkan pada tahun 1962;
3.      bahwa Pepera tahun 1969 cacat hukum karena disertai intimidasi dan penindasan;
4.      bahwa pelanggaran HAM selama 38 tahun terakhir ini yang tidak pernah ditangani secara hukum.

UU Otonomi Khusus (Otsus) No 21/2001, merupakan proses pembahasan panjang di DPR, disepakati pemerintah. Namun TPN/OPM dan Rakyat Papua menolak. Otsus diterima Presedium Dewan Papua (PDP) dengan syarat pelurusan sejarah, Otsus banyak uang mengalir belum mampu meredam keinginan rakyat Papua merdeka lepas dari NKRI. Harus diingat bahwa TPN/OPM di rimba raya tidak pernah dilibatkan dalam penerimaan Otsus Papua. Hanya PDP tapi dengan syarat, pelurusan sejarah dan tawaran dialog dll. Tapi tidak pernah ditaati pemerintah pusat. Karena itu wajar Rakyat Papua tidak percaya Otsus dan kini gagal total. 

Dialog

Keinginan dialog selalu ditampik Jakarta. Sebaliknya pemerintah berkompromi dengan TPN/OPM buatan militer Indonesia dikota. Praktis tidak ada perundingan Papua-Jakarta melalui pintu dialog. Malah monolog antara pemerintah pusat dan daerah berdialog sendiri. Jakarta terkesan menghindari terjadi dialog. Selama ini hanya pertemuan elit yang dilakukan kelompok yang mengaku separatis (pejuang) Papua. Padahal yang harus diajak Dialog dengan TPN/OPM. Sebab yang bertikai secara militer mereka bukan dengan Pemda atau LSM. TPN/OPM eksis dirimba raya dalam aktivitas gerilya dan selalu mengganggu aktifitas pembangunan selama kompromi mencari solusi soal Papua tidak pernah ada secara bermartabat. Dugaan Otsus Papua meredam anasir separatism, padahal hanya menimalisir potensi konflik bukan solusi final. Konflik selalu ada selama penegakan hukum dan HAM tidak ada. Penyelesaian tanpa melibatkan kelompok TPN/OPM akhirnya muncul terma utopia” Papua Zona Damai” hanya live service belaka tokoh Agama Papua dan TNI/POLRI.

Selama tuntutan belum dipenuhi Pemerintah sepanjang jalan itu mereka ditempuh. TPN/OPM bersama rakyat Papua. Kelompok TPN/OPM tidak pernah dilibatkan. Mereka tidak terjangkau, meraka terpencar daerah Fasifik.

Karena itu wajar perundingan elit Papua-Jakarta tanpa melibatkan TPN/OPM dengan kesadaran dialog pelanggaran HAM, keadilan ekonomi, tidak ditegakkan maka selama itu pula perjuangan kemerdekaan tetap eksis. Bagi mereka selain dialog antara Papua-Jakarta yang dimediasi internasional belum dipenuhi pusat, sepanjang itu pula TPN/OPM, mahsiswa dan rakyat Papua selalu meneriakkan yel-yel perjuangan sambil mengangkat issu-issu relevant.
Maka Solidaritas Masyarakat Papua Peduli Atas Pelanggaran HAM Papua dengan ini secara tegas menyatakan sikap sbb :

1.  Negara Kesatuan Republik Indonesia harus mengakui kedaulatan Papua tanpa sayarat apapun
2. Meminta Sekjen PBB, Ban Ki Moon menganggedakan masalah Papua dibahas dalam siding tahunan PBB
3.  Membebaskan Presiden Papua Barat terpilih Forkorus Yaboensebut dkk dari dakwaan maker
4.  Menghentikan semua bentuk kekerasan di seluruh Tanah Papua
5.  Indonesia segera mengangkat kaki dan keluar dari Tanah Papua


Demikian pernyataan sikap ini.
 
SOLIDARITAS MASYARAKAT PAPUA PEDULI PELANGGARAN HAM PAPUA
                                                                                                Jakarta Selasa 20 Maret 2012
 
Koordinator Umum
 
Ismail Asso


Greeting Peace!!

Santon

AKSI DEMO DAMAI KNPB LUMPUHKAN KOTA ABEPURA-PAPUA

0 komentar

Aksi Demo KNPB Lumpuhkan Kota Abepura

Wakil Ketua I KNPB, Mako Tabuni

ABEPURA PAPUA:  Aksi demo terkait kedatangan Sekjen PBB, Ban Ki-moon ke Indonesia, oleh Komite Nasional Papua Barat (KNPB) Selasa (20/3/2012) berbuah kemacetan dan Kota Abepura lumpuh total. Ribuan kendaraan yang menuju Kota Abepura dari Jayapura mogok hingga 20 kilometer lebih. Begitupun dari Sentani ke Kota Abepura.
Itu karena masa KNPB memblokade jalan di lingkaran Abepura jalan penghubung arah Abepura-Sentani begitupun sebaliknya. Ribuan masa yang membawa bendera PBB juga spanduk-spanduk meminta referendum memusatkan aksi demo mereka di depan Polsek Abepura atau tepatnya di lampu merah Kota Abepura.
Aksi massa ini telah berdemo sejak pukul 14. 00 WIT dan hingga pukul. 17.30 WIt masa terus melakukan aksi demo. “Papua merdeka, Papua merdeka, Papua merdeka,” teriak massa pendemo dihadapan aparat kepolian yang menjaga jalannya demo.
“Referendum yes. referendum yes, referendum yes, “teriak masa kembali yang kuat terdengar.
Wakil Ketua I KNPB, Mako Tabuni dalam orasinya menegaskan, Sekjen PBB harus tau teriakan ini bukan teriakan satu dua orang, tapi teriakan ribuan orang yang menuntut hak mereka untuk menentukan nasib sendiri.
“Kita yang tentukan nasib kita bukan orang lain,”ujar Mako disambut tepuk tangan para pendemo.
Kata dia, Sekjen PBB, Ban Ki-moon ke Indonesia, harus mendengar keinginan rakyat Papua. ” Ban Ki-moon harus mendengar jeritan hati rakyat Papua,”kata Mako disambut tepuk tangan dan teriakan merdeka, merdeka, merdeka.
Sementara Ketua KNPB, Buktar Tabuni mengatakan Sekjen PBB, Presiden Indonesia harus dengar rakyat Papua “Dengar, dengar dan dengar. Kami akan lawan, “kata Buktar Tabuni dengan lantang dan panjang.
Dalam tuntutanya sejarah Penentuan Pendapt Rakyat (Pepera) tahun 1969 merupakan akar persoalan dari seluruh rentetan peristiwa berdarah sejak tahun 1960-an sampai sekarang. Perjuangan rakyat Papua berarti sejatinya adalah menuntut kemerdekaan penuh dari bangsa Indonesia.
Hapuskan stigma separatis, makar dan GPK, sebab bangsa Papua berita bukan bangsa separatis, makar, GPK yang selama ini distigmakan oleh pemerinth Indonesia untuk membungkam aspirasi.
“Kalau Presiden tak mendengar kami akan mengusir warga Indonesia yang berada di Tanah Papua,”tegasnya dihadapan ribuan masyarakat.
“Kami akan mulai revolusi dari kota ini. Revolusi, revolusi, revolusi,”ujarnya dengan tegas.
Orasi Buktar ini, menghinoptis ribuan warga yang ikut berdemo. Sampai pukul 17.00 WIT aksi demo masih berlangsung dan kemacetan total masih terjadi.

Report West Papua

Santon Tekege
Group Struggle Justice and Peace in Papua
Jl. Yakonde Padangbulan ABEPURA-PAPUA

Senin, 19 Maret 2012

SHDRP MINTA PBB tuntaskan Kasus Pelanggaran HAM Berat di Tanah Papua

0 komentar







JUBI---Ratusan rakyat Papua yang tergabung dalam Solidaritas Hukum, HAM dan Demokrasi Rakyat Sipil Papua (SHDRP) melakukan aksi turun jalan, Senin (19/3). Aksi yang dipusatkan di Taman Imbi Jayapura ini dilakukan dalam rangka kedatangan Sekjen PBB, Ban Ki-moon ke Indonesia.
Ban Ki-moon ke Indonesia atas undangan Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono dan dijadwalkan berada di Jakarta, 20-21 Maret. Dalam kunjungan resmi Sekjen PBB itu, akan diisi dengan berbagai pembahasan menyangkut hubungan Indonesia dan PBB.
Dalam aksi damai ini, perwakilan massa SHDRP silih berganti melakukan orasi politik. Disela-sela orasi, dilakukan juga pelepasan spanduk ke udara yang bertuliskan “Well come to Indonesia leader in the world Mr. Ban Ki-moon”. Kordinator Aksi, Sius Ayemi mengatakan, Rakyat Papua Barat mendesak PBB agar segera menuntusakan kasus pelanggaran HAM berat di Tanah Papua yang terjadi sejak tahun 1961-2012.
“Selain itu PBB segera mencabut resolusi 2504 karena telah menyengsarakan rakyat Papua Barat dan memberi peluang pemerintah RI untuk mengklaim Papua Barat sebagai bagiannya. PBB juga segera mengirim pasukan perdamaian ke Papua Barat demi kemanusiaan dan  menindak lanjuti semua keputusan New York Agreement dan keputusan lain yang merugikan rakyat Papua Barat,” kata Sius Ayemi.
Menurutnya, pemerintah RI juga segera mengembalikan hak keadaulatan bangsa Papua Barat yang telah dianaksasi sejak Komando Trikora 19 Desember 1961 tanpa syarat agar bangsa Indonesai dan bangsa Papua Barat dapat hidup berdampingan sebagai saudara di kemudian hari. “Kami juga menghimbau kepada semua pihak yang ada, agar tetap menjaga Papua sebagai zona damai,” tandas Sius Ayemi.
Sementara itu Komandan Penjaga Tanah Papua (PETAPA), Elias Ayakeding dalam orasinya mengungkapkan, apa yang dilakukan rakyat Papua ini adalah meminta pengakuan kepada PBB dan mengembalikan kebebasan bangsa Papua Barat.
“Jangan lagi bicara referendum. Tapi semua bangsa Papua Barat mendukung Kongres Rakyat Papua III dan telah memilih Forkorus Yoboisembut serta Edison Waromi sebagai Presiden dan Perdana Menteri Papua Barat. Bicara referendum sama saja bicara ke belakang,” kata Elias Ayakeding. 

SURAT BUAT TAPOL/NAPOL DI TANAH PAPUA.

0 komentar

7292 Surat Buat Tapol PapuaWritten by Musa Abubar
Category: Jayapura Published on Monday, 19 March 2012 11:42 Hits: 13
JUBI --- Amnesty International mengirim 7292 surat dukungan kepada tahanan politik (Tapol) dan Narapidana Politik (Napol) di Papua. Tak hanya Amnesty, surat dukungan itu juga datang dari berbagai individu dan sejumlah lembaga di luar negeri. Surat dukungan itu dikirim kepada Filep Karma, mewakili seluruh tapol di wilayah paling timur Indonesia ini.
Eklefina Noriwari, ibu kandung Filep Karma mengatakan tujuh ribu dua ratus sembilan puluh dua surat dukungan tersebut di kirim kepada anaknya, Filep Karma yang sementara mendekam di balik jeruji besi Lembaga Pemasyarakatan  Klas I A di Abepura, Jayapura. Surat dukungan tersebut diberikan oleh Amnesty International lantaran mereka prihatin dengan tahanan dan narapidana politik yang ada di Papua.
Namun, lanjut dia, ribuan surat dukungan tersebut tak hanya untuk Filep tetapi mewakili sejumlah tapol dan napol di Papua. “Surat yang di kirim kepada Filep Karma, mewakili sejumlah tapol dan napol yang ada di Papua,” kata Eklefina kepada wartawan saat menggelar jumpa pers di Kantor KontraS Papua di Abepura, Senin (19/3).
Hal serupa juga disampaikan koordinator umum Bersatu Untuk Kebenaran (BUK) di Jayapura, Peneas Lokbere. Lokbere mengatakan, surat dukungan tersebut diberikan lantaran mereka prihatin dengan kondisi para tapol dan napol yang di berada di sejumlah penjara yang ada di tanah ini. Dia menilai, Indonesia hanya bisa menghukum tapol dan napol. Namun, mereka tak di perhatikan. Negara sama sekali tak bertanggung jawab. “Negara Indonesia hanya menghukum tetapi tidak bertanggung jawab atas para tapol dan napol Papua,” ujar Lokbere.
Lelaki asal Wamena ini menandaskan, ribuan surat dukungan yang dikirim tersebut merupakan aksi  dukungan terhadap tapol dan napol Papua. “Ini aksi dukungan dari luar negeri terhadap tapol dan napol yang ada di Papua,” ungkapnya.
Direktur KontraS Papua, Olga Helena Hamadi menyatakan surat dukungan dari Amnesty dan berbagai individu serta lembaga di luar negeri ini membuktikan bahwa negara Indonesia tidak mampu menangani tapol dan napol di Papua. “Surat dukungan ini memberikan bukti bahwa masih ada tapol di Papua,” ungkap Hamadi.
Tujuhribu duaratus sembilan puluh dua surat dukungan tersebut tak hanya datang dari Amnesty International tetap dari person (individu), dan beberapa lembaga di Jepang, Inggris, Amerika Serikat, dan Gereja yang ada di luar negeri. Surat tersebut di kirim sejak akhir tahun 2011 lalu.

Sabtu, 17 Maret 2012

USKUP AGATS PAPUA: Tidak Benar Kepala Suku Asmat Masuk Agama Islam?

0 komentar

Uskup: Tidak benar kepala suku Asmat masuk Islam

Huruf kecil Huruf besar Cetak artikel ini Email artikel ini
Uskup: Tidak benar kepala suku Asmat masuk Islam thumbnail
Mgr Aloysius Murwito OFM
Pemimpin Gereja Katolik Keuskupan Agats-Asmat, Papua, Mgr Aloysius Murwito OFM, membantah sejumlah pemberitaan di media massa yang mengklaim kepala suku besar Asmat masuk Islam.
Bantahan ini disampaikan Mgr Aloysius melalui surat klarifikasi yang dikirm kepada tokoh-tokoh lintas agama, pemerintah, dan pihak keamanan di Papua.
“Menyimak pemberitaan yang dimuat oleh sejumlah media online (dakwatuna.com, Arrahmah.com) mau pun media cetak (Banten Post, Republika) dan elektronik (TVRI) tentang Kepala Suku Besar Asmat Masuk Islam, sungguh disayangkan karena tidak benar. Mungkin ada benarnya bahwa ada orang Asmat dari Kampung Per bersama keluarganya sebagaimana diberitakan masuk Islam, tetapi bahwa dia adalah seorang kepala suku besar Asmat sungguh suatu kekeliruan atau kesalahan,” ujar Mgr Murwito dalam surat klarifikasi itu, seperti dilansir theindonesianway.com.
Menurut Mgr. Aloysius, pengakuan atau gelar Kepala Suku Besar Asmat yang diberikan kepada Sinansius Kayimter (Umar Abdullah Kayimter) tidak benar. Pernyataan atau pemberitaan itu adalah sebuah kebohongan publik karena tidak pernah terjadi dan tidak pernah ada dalam kebudayaan suku Asmat sampai dengan saat ini. Gelar kepala suku hanya diberikan, berlaku dan terbatas dalam satu rumpun saja. Bahwa media kemudian memberitakan dia sebagai Kepala Suku Besar Asmat, adalah bentuk kebohongan belaka.
Berdasarkan dokument resmi Gereja Katolik Keuskupan Agats-Asmat, saudara Sinansius Kayimter (Umar Abdullah Kayimter) adalah warga biasa yang lahir di Per pada 13 Desember 1962 dan dibaptis dalam Gereja Katolik pada 31 Januari 1963 oleh Pastor Miller OSC. Sebagai saksi pembaptisan waktu itu adalah bapak Mikael Apakci. Data kelahiran dan baptisan ini tercatat dalam buku Baptis Paroki Ewer No. LB. IV. 5988, tahun 1963.
“Kami sangat menyesal dan menyayangkan berita yang sensasional itu. Berita ini hemat kami sangat tendensius dan provokatif, dimana dengan mengatakan bahwa Kepala Suku Besar Asmat masuk Islam seolah-olah semua orang Asmat telah masuk atau menjadi Islam. Kami mau mengatakan bahwa berita soal Sinansius dan keluarganya menjadi Islam mungkin benar tetapi bahwa dia seorang Kepala Suku Besar Asmat adalah suatu yang tidak benar, tidak objektif dan merupakan suatu kebohongan public yang direkayasa oleh orang tertentu, kelompok tertentu dan media yang memberitakannya,” lanjut Mgr Aloysius.
“Pemberitaan sensasional yang keliru atau salah ini, langsung mau pun tidak langsung, memiliki dampak religius, sosial dan kultural dalam kehidupan bersama di Asmat. Menyadari semua itu maka kami sebagai Uskup Keuskupan Agats yang adalah Pemimpin Tertinggi Gereja Keuskupan Agats – Asmat ingin menyampaikan beberapa klarifikasi dan harapan atau himbauan kepada kita semua khususnya MUI Asmat dan Kepala Penyelenggara Islam Kantor Kementrian Agama Kabupaten Asmat, demi terciptanya kerukunan, toleransi dan persaudaraan sejati dalam hidup bersama di tanah Asmat ini,” tutur Mgr Aloysius.
Mgr Aloysius juga mengharapkan agar pimpinan MUI dan Ketua Penyelenggara Agama Islam di Kantor Kementrian Agama Islam Kabupaten Asmat bisa meneruskan dan mengklarifikasi berita ini kepada media online dan sura kabar yang telah membuat pemberitaan yang tidak benar itu. Intinya bahwa Sinansius Kayimter (Umar Abdullah Kayimter) yang telah menjadi Islam setelah melalui upacara pengukuhan pada tanggal 19 Pebruari 2012 di Masjid Darussalam, Jati Bening, Bekasi, Jawa Barat dengan didampingi oleh Ustadz Fadhlan Garamatan dan Imam Masjid Istiqlal Ali Hanayiah, sesungguhnya bukan Kepala Suku Besar Asmat.
Keuskupan Agats juga meminta kepada saudara-saudari muslimin dan muslimah agar tetap menjaga toleransi, kerukunan dan persaudaraan antara umat beragama dan masyarakat di Asmat dengan menyampaikan, menyiarkan, mengajarkan, memberitakan segala sesuatu dan khususnya berkaitan dengan agama atau iman kepercayaan yang bersentuhan dengan agama atau kepercayaan lain secara objektif dan akurat.
“Jangan kita hanya menyebarkan berita bersifat isapan jempol, sensasional dan tendensius yang bisa berdampak pada disharmonitas dan konflik sosial di kalangan masyarakat Asmat dan Papua pada umumnya. Perlu diketahui dan disadari bersama bahwa semua masyarakat di Asmat telah memiliki iman dan menganut agama atau kepercayaan tertentu (tidak ada yang khafir). Untuk itu mari kita saling menghargai dan mendukung satu sama lain dalam ranah hidup bersama dengan semangat persaudaraan dan toleransi,” tambahnya prelatus itu.

Galang Kekuatan Kembali, Aksi Mogok Sipil Sehari terkait Kedatangan Sekjen PBB Ban Ki-Moon di Jakarta Indonesia 19-23 Maret 2012

0 komentar

Galang Kekuatan Kembali, Aksi Mogok Sipil Sehari Terkait Kedatangan Sekjen PBB, Ban Ki-moon Ke Jakarta-Indonesia 19 - 23 Maret 2012.

Menyeruhkan kembali, terkait rencana kedatangan Sekertaris Jenderal Perserikatan Bangsa – Bangsa (Sekjen PBB), Ban Ki-moon atas undangan Presiden Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ke Indonesia – Jakarta pada, Senin, 19 – 23 Maret 2012, merupakan momentum yang sangat tepat bagi rakyat Papua untuk membongkar seluruh kejahatan kemanusiaan dan kejahatan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di Papua oleh militer pemerintah Indonesia dan terkait dengan situasi politik dan kekerasan di Papua akhir-akhir ini yang terus menerus larut dalam dinamika politik arus globalisasi semata.
Kehadiran Sekjen PBB, Ban Ki-moon di Indonesia merupakan agenda terselubung yang telah dirancang khusus oleh pemerintah Indonesia selain untuk meninjau Pusat Misi Pemeliharaan dan Perdamaian serta menjadi Special Guest pada Jakarta International Defense Dialogue (JIDD), SBY juga akan melakukan pembicaraan khusus dengan Ban Ki-moon terkait issu kejahatan HAM dan penahanan Tapol/Napol di Maluku dan Papua yang kini jadi sorotan LSM/NGO di dunia Internasional yang telah mencitrai nama baik pemerintahaan Indonesia di mata dunia Internasional terhadap kenerja aparat militer Indonesia yang kejam dan bengis
Pada dasarnya pemerintah Indonesia melalui rezim SBY-Boediono ingin mengembalikan dan mengharumkan nama baik Indonesia di mata dunia Internasional lewat kunjungan Sekjen PBB, Ban Ki-moon selain itu Pemerintah Indonesia ingin memperkuat hubungan bilateral yang harmonis dengan PBB karena Indonesia memandang membangun hubungan baik sebagai mitra kerja PBB maka pencitraan nama baik Indonesia dimata dunia Internasional dan kedaulatan wilayah yang selama ini telah diklaim milik Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tetap diakui PBB sebagai wilayah kedaulatan NKRI yang sah, disamping itu PBB mempunyai kepentingan dengan Indonesia dari sisi pemberantasan terorisme, penggelaran pasukan pemeliharaan perdamaian dunia dan isu perubahan iklim dunia.

Aksi untuk menyikapi kedatangan Mr. Ban Ki-moon telah dilakukan pada 15 Maret 2012 di depan Gedung Majelis Rakyat Papua (MRP) namun Mr. Ban Ki-moon tetap ngotot datang ke Indonesia. PBB telah buta dan tuli soal status sengketa politik dan wilayah Papua Barat yang di caplok ke dalam pangkuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan membiarakan Pemerintah kolonial Indonesia dan Imperialisme terus menjarah dan merampok habis kekayaan alam bangsa Papua Barat. Kondisi ini tentu tidak bisa dibiarkan oleh bangsa Papua Barat untuk terus di jadikan bangsa budak di atas tanah airnya, kini saatnya bangsa Papua Barat harus bangkit dan melawan seluruh kebijakan politik kolonial dan imperialisme yang sewenang-wenang atas Hak untuk mendapatkan kebebasan yang sama dengan bangsa-bangsa lain di muka bumi.

Dengan demikian, Badan Pengurus Pusat – Komite Nasional Papua Barat (BPP – KNPB) sebagi media nasional bangsa Papua Barat, Menyeruhkan:
1.        Kepada seluruh rakyat bangsa Papua Barat baik di dalam maupun di Luar Negeri untuk segera lakukan konsolidasi secarah menyeluruh untuk tujuan mobilisasi umum dengan turun di jalan-jalan dalam bentuk demonstrasi menyikapi kedatangan Sekjen PBB, Ban Ki-moon ke Indonesia – Jakarta pada 19 -23 Maret 2012.
2.       Menyeruhkan kepada Pimpinan – Pimpinan KNPB Wilayah, KNPB Konsulat Indonesia, Pasifik dan Pimpinan PRD Wilayah untuk segera lakukan konsolidasi menyeluruh dengan menggerakan seluruh basis-basis pelopor untuk tujuan mobilisasi umum turun jalan.
3.       Aksi dalam bentuk demonstrasi secara serentak baik Nasional maupun Internasional dilakukan pada, Selasa 20 Maret 2012.

Demikian seruan aksi ini dikeluarkan berdasarkan situasi politik dan kondisi real yang terjadi di tanah air, dengan demikian dapat disesuaikan sesuai dengan kondisi wilayah masing- masing.
 
Salam Revolusi!
“ Kita Harus Mengakhiri”
                                                                                                                                                                                           Numbay, 17 Maret 2012
Koordinator Umum
 Ttd
AGUS  KOSAY
 
Penanggung Jawab Aksi
Badan Pengurus Pusat - Komite Nasional Papua Barat
(BPP – KNPB)
 
 Ttd
                                                            
                                         BUCHTAR TABUNI
                                               Ketua Umum  
 
 
 
  
"Biarkan Kami Tentukan Nasib 
Masa Depan Kami Sendiri"

Publishing

Santon Tekege
From Dioses of Timika PAPUA in Abepura-PAPUA
 

Copyright 2008 All Rights Reserved Revolution Two Church theme by Brian Gardner Converted into Blogger Template by Bloganol dot com