Jumat, 18 November 2011

Eni F.H. Faleomavaega and Donald M. Payne. Washington DC

0 komentar

Eni F.H. Faleomavaega and Donald M. Payne, Washington, DC | Fri, 11/18/2011 8:41 AM

Ahead of his visit to Bali, members of Congress are calling upon US President Barack Obama to make West Papua one of his top priorities during his upcoming talks with Indonesian President Susilo Bambang Yudhoyono. On Oct. 19, 2011, Indonesian security forces opened fire on unarmed West Papuans who had gathered at the third Papuan People’s Congress to peacefully air their political aspirations.

At least three indigenous Papuans were killed, dozens injured, and many pistol whipped and beaten with rattan canes. Six were detained and are now in custody, including Forkorus Yaboisembut, the newly elected president of the Republic Federal State of West Papua. He joins Filep Karma, an Amnesty International prisoner of conscience who is now serving a 15-year jail term for raising a flag in 2004.

Key leaders in the US Congress are calling for their release and asking thatIndonesia be held accountable before further US funds are expended in training Indonesian security forces. Indonesia denies that systematic abuse is taking place in West Papua, but history is clear on the point.

Since West Papua was handed over to Indonesia by an “Act of No Choice” in 1969, West Papuans have suffered blatant human rights abuses including extrajudicial executions, imprisonment, environmental degradation, natural resource exploitation and commercial dominance of immigrant communities. 

The US Department of State acknowledges these facts and further states that Indonesian “security force members [have] murdered, tortured, raped, beaten and arbitrarily detained civilians and members of separatist movements in Papua”.

To date, Yudhoyono has been unwilling or unable to take meaningful action to bring Indonesian security forces under control. Either way, his inaction is no longer acceptable. While we have publicly stated that we do not support independence because it is contrary to the official position of the US government, which needs Indonesia as a counterbalance to China, and also because Yudhoyono promised in 2005 that he would implement special autonomy, which at the time West Papuans supported, the US can no longer turn a blind eye to slow motion genocide.

In his statement before the UN against apartheid, Nelson Mandela said, “It will forever remain an accusation and challenge to all men and women of conscience that it took so long as it has before all of us stood up to say enough is enough.” The same can be said of West Papua.

In 1990, Nelson Mandela also reminded the UN that when “it first discussed the South African question in 1946, it was discussing the issue of racism.” On the issue of West Papua, we believe we are discussing the same.

West Papuans differ racially, culturally, and ethnically from the majority of Indonesians. West Papuans are believed to be of African descent and ethnically associated with the people who now inhabit Vanuatu and the Solomon Islands. West Papuans have no historical or cultural ties to the Malay people of Java,Sumatra and Bali. It was only forced colonization by the Dutch government that brought West Papuans and Indonesians together.

So, to address issues of racism in Indonesia, we ask the African nations to request a General Assembly review of the 1969 Act if Yudhoyono fails to immediately implement special autonomy and also release the political prisoners now being detained.

In short, Yudhoyono must get serious about special autonomy or we must demand West Papua’s right to self-determination. By choice or by sanction, Indonesia must step up and end systematic abuses in West Papua.

Eni F.H. Faleomavaega is ranking member, Subcommittee on Asia and thePacific. Donald M. Payne is ranking member, Subcommittee on Africa and Human Rights, US House of Representatives.

Kamis, 10 November 2011

MENLU AMERIKA SERIKAT HILLARY CLINTON MENGKHAWATIRKAN KONFLIK DI PAPUA.

0 komentar
Hillary Clinton (AFP) Hawaii - Menteri Luar Negeri (Menlu) Amerika Serikat Hillary Clinton angkat suara mengenai konflik di Papua. Mantan ibu negara AS itu menyampaikan kekhawatiran akan kondisi HAM di Papua. Hillary pun menyerukan adanya dialog untuk memenuhi aspirasi rakyat di wilayah konflik tersebut.

Dikatakan Hillary seperti dilansir kantor berita AFP, Jumat (11/11/2011), pemerintah AS telah menyampaikan secara langsung kekhawatiran AS atas kekerasan dan pelanggaran HAM di Papua. 

"Perlu adanya dialog dan reformasi politik berkelanjutan guna memenuhi kebutuhan legal rakyat Papua, dan kami akan mengangkat kembali isu itu secara langsung dan mendorong pendekatan seperti itu," kata istri mantan Presiden AS Bill Clinton itu.

Hal itu disampaikan Hillary menanggapi pertanyaaan mahasiswa usai berpidato di East-West Center di Hawaii, AS.

Dalam pidatonya tersebut, Hillary menyebut Indonesia dan India sebagai "dua kekuatan demokrasi paling dinamis dan signifikan di dunia."

Pekan depan Hillary akan pergi ke Bali bersama Presiden AS Barack Obama untuk mengikuti KTT Asia Timur.

Rabu, 09 November 2011

PRESIDEN SBY: Pemerintah Terbuka DIALOG Dengan PAPUA

0 komentar
Presiden: Pemerintah Buka Dialog dengan PAPUA

News Indonesia 9/11-2011 - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menegaskan pemerintah selalu siap berdialog terbuka dengan seluruh komponen masyarakat Papua dalam kerangka mendorong penyelesaian permasalahan dan meningkatkan kesejahteraan di kedua provinsi di ujung timur Indonesia tersebut.
"Dialog antara pemerintah pusat dan saudara kita di Papua itu terbuka. Kita mesti berdialog, dialog terbuka untuk cari solusi dan opsi mencari langkah paling baik selesaikan masalah papua," kata Presiden saat membuka rapat kabinet di Kantor Presiden Jakarta, Rabu.
Presiden mengatakan,"Saya dorong dialog ini, namun dalam kerangka dasar tiga pilar."
Pilar pertama, kata Presiden, adalah kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia, pilar yang kedua adalah pelaksanaan Otonomi Khusus di Papua dan Papua Barat serta pilar ketiga adalah pelaksanaan percepatan pembangunan di Papua dan Papua Barat sebagai prioritas nasional.
"Oleh karena itu, saya meminta para menko dan menteri terkait dan kepala UP4B agar terus lakukan konsultasi dan komunikasi dengan Pemda Papua dan masyarakat jika diperlukan datanglah ke Papua, pahami hakekatnya, lihat situasi riil dan bagaimana solusinya," tegas Presiden.
Ia mengatakan,"beda dapat laporan di Jakarta dengan datang ke Papua. Dalam kaitan ini ratas ini mencakup apa saja yang telah saudara lakukan untuk pastikan semua agenda dan program berjalan, memastikan masalah polhukam, ekonomi dan kesra ditangani dengan baik".
Rapat yang berlangsung mulai pukul 16.00 WIB tersebut dihadiri oleh Wapres Boediono, seluruh menteri koordinator, sejumlah menteri terkait, Panglima TNI Laksamana TNI Agus Suhartono, Kapolri Jenderal Polisi Timur Pradopo , Jaksa Agung Basrief Arief , Kepala BIN Marciano Norman Sasono dan Kepala UP4B Bambang Darmono.

Minggu, 26 Juni 2011

DIALOG JAKARTA-PAPUA

1 komentar

Saya memberikan gambaran sedikit tentang dialog Jakarta-Papua yang sedang dikonsultasikan di public di Indonesia dan Papua. Semoga saudara/iku bisa memahami eksistensi dari sebuah dialog. Dialog ini dapat dibagi menjadi beberapa yakni dialog konflik, dialog budaya, dialog antar agama, dan lain sebagainya. Dialog di Papua dan Jakarta adalah dialog konflik. Karena di Papua dan Jakarta selalu terjadi konflik demi mempertahankan konsepnya sendiri-sendiri tanpa mengadakan suatu diskusi bersama selama ini. Oleh karena itu, dialog ini hadir untuk mempertemukan kedua belah pihak yang selama ini konflik terus-menerus tanpa mencari solusi bersama sebagai manusia. Dialog ini mempertemukan orang yang bertikai. Akhirnya berhadapan face to face sebagai manusia untuk mencari penyelesaian masalah atau konflik yang sedang terjadi dalam kehidupannya.
Iya, benar bahwa dalam dialog ini akan dibicarakan tentang segala realitas sosial di Papua. Seperti yang ungkapkan oleh beberapa orang di Papua. Saya sangat salut dengan pemahaman orang Papua, atas pengertian eksistensi dari dialog ini. Di sana dapat dikatakan bahwa: sebelum dialog, orang Indonesia meninggalkan NKRI HARGA MATI, dan juga orang Papua meninggalkan PAPUA M HARGA MATI. Jadi dalam dialog, kedua konsep pikiran ini, dapat ditinggalkan dan tidak bahas dalam ruang dialog. Di sini Jaringan Papua Damai dan Pejuang untuk DIALOG JAKARTA-PAPUA hadir untuk mempertemukan kedua belah pihak yang selama ini bertikai terus-menerus yakni PAPUA DAN INDONESIA. Jelasnya bahwa dalam dialog ini akan ada team atau wasit. Wasit ini bukan di pilih oleh Indonesia atau Papua saja, tetapi dipilih oleh kedua musuh (Indonesia dan Papua) sepakat siapa wasit dalam dialog ini. Jadi, di sana akan ada kesepakatan-kesepakatan dan solusi-solusi yang bisa diterima oleh kedua musuh besar Indonesia dan Papua selama ini. INDONESIA: Justru karena mempertahankan NKRI HARGA MATI, maka kebanyakan manusia Papua korban di atas tanahnya sendiri, dan DIBERLAKUKAN HUKUM YANG TIDAK MANUSIAWI DI PAPUA. PAPUA: Orang Papua mempertahankan PAPUA M HARGA MATI, sehingga banyak aktivis orang muda ditahan dan dipenjarakan bertahun-tahun, ketika:  ORANG PAPUA BERSUARA MERDEKA ke mana-mana di dalam negeri dan di luar negeri, maka kebanyakan masyarakat dipukul, ditindas, diteror, diintimidasi, diperkosa, dirampas sumber daya alam, diberlakukan HUKUM YANG TAK MANUSIAWI,  bahkan disiksa sampai mati dan ditembak mati, Semoga saudara/iku bisa pahami kedua pikiran ini. Lalu mencari jalan terbaik bagi orang Indonesia dan Papua. Maaf jika ada yang pikir ah, ini mau mempertahankan Otsuskah  apa ini? Karena Otsus adalah sebuah solusi dari segala masalah yang ada di Papua. Saya tidak bermaksud demikian ya, saya tahu dan saya pernah tulis opini bahwa OTSUS DI PAPUA GAGAL TOTAL, maka perlu dialog. 
Saya berpikir bahwa untuk mencapai sebuah misi/impian besar adalah melalui cara dan gaya yang bisa diterima oleh kedua musuh atau yang sedang bertikai seperti (Indonesia dan Papua). Saya mengakui semua perjuangan orang Papua untuk mencapai misi dan impian bersama ini. Saya secara pribadi sangat mendukung segala cara dan gaya perjuangan demi keselamatan dan pembebasan manusia dan tanah ini. Jelasnya bahwa segala cara dan gaya perjuangan, perlu saling mendukung, saling bersatu, saling kompak demi menggapai misi dan impian bersama ini. Jadi, orang-orang yang menolak segala gaya dan cara perjuangan demi pembebasan dan keselamatan manusia dan tanah ini, perlu dipertanyakan? 
Kita berdoa kepada-Nya agar Allah Tritunggal Yang Maha Kudus menyertai dan mengarahkan kita (Orang Papua) dalam perjuangan keselamatan dan pembebasan manusia dan tanah ini secara radikal.

Teriring: Salam dan Doa dalam kasih Tuhan kita Yesus Kristus. 

Peace

Santon
 

Copyright 2008 All Rights Reserved Revolution Two Church theme by Brian Gardner Converted into Blogger Template by Bloganol dot com